Ada yang memanggilku Diyah, Lidiyah, Agustin, Maulid, atau
bahkan kotek (khusus neechan__kakakku yang cerewet), tapi aku lebih suka dipanggil Diyah saja, tentu
aku akan lebih senang kalau pelafalannya benar dengan I, Y dan H. seringkali
teman atau bahkan guruku salah menuliskan nama panggilanku, terkadang Dyah,
Diya, dan yang paling menyebalkan adalah Dia saja. Ayolah, orangtuaku tidak
membuat namaku seperti itu. Namaku Diyah dan tidak memiliki arti, tidak seperti
Dyah dan Dia yang memiliki arti. tentu, aku menghargai suatu ketelitian dan kedetailan walaupun ehm, menyakitkan. belakangan malah aku lebih suka dipanggil Gusti.
Aku dibesarkan disebuah keluarga yang sistemnya
mrepet-mrepet militer (itu karena alm. Kakekku seorang tentara dan ayahku dulu
sering hidup terlantar_dengan 5 orang ibu tiri). Alm. ayahku sangat tegas dalam
mengambil keputusan, aku pernah bertengkar dengan alm. ayahku hingga aku
menangis karena aku ikut tes masuk kelas unggulan__yang seharusnya tidak aku
ikuti__dan aku diterima. Alm. ayahku
tidak mengerti saja kenapa aku ikut tes itu, yah aku menyebutnya sebagai
“kecelakaan dari kepolosan”. Karena saat itu namaku ada di daftar peserta ujian
masuk kelas unggulan dan kukira semua anak ikut tes itu, sehingga aku
mengganggap jika aku tidak ikut tes ini berarti aku kalah secara tak jantan.
Hahaha, harusnya aku menjawab tes itu asal-asalan saja agar aku tidak masuk
kelas unggulan. Jadi, apa sekarang aku masuk kelas unggulan? Oh tidak, tentunya
aku bisa menyelesaikan masalah itu, aku benar ‘kan ayah, tak ada masalah yang
tidak dapat diselesaikan.
Bagaimana dengan ibuku? Yah, bagiku ibuku adalah manusia
tersabar, terpenyayang, terkhawatir (tentu saja, ibunya siapa juga?), dan
“termbulet” (itu karena aku sering salah paham dengan ibuku kalau sudah
membahas sesuatu, terkadang ibuku yang tidak nyambung, atau kabel otakku yang
belum tertancap dengan benar__aku rasa sekarang juga masih belum tertancap
dengan benar). Lalu kakak-kakakku? aku memiliki 2 kakak perempuan dan aku anak
terakhir, jadi kami adalah trimusketers XXX (3 orang pemilik kromosom X).
Kakakku yang pertama sudah menikah dan
memiliki seorang anak, yah begitulah, aku seorang tante sekarang. Tante di usia
16 tahun. Kalau kakakku yang kedua super duper cerewet banget. Aku sering
bertengkar dengannya kalau di rumah, entah karena masalah sepeleh atau bukan.
Kadang aku merasa tidak senang di rumah, aku ‘kan pulang kerumah bukan untuk
dimarahi, aku mau refreshing, lagipula aku ‘kan kangen ibuku.
Ada yang bingung dengan ceritaku? Hehehe jadi begini. Sejak
ayahku meninggal 1 tahun yang lalu (tepatnya 19 Februari 2013) ibu dan kakakku
yang cerewet jadi harus pindah ke Sidoarjo, sementara kakakku yang pertama
sudah berkeluarga dan tinggal di Sidoarjo. Kami memutuskan untuk pindah karena
di Gresik kami sendirian, tidak ada sanak, family, saudara atau
sejenisnya. Sementara Ayah dan Ibuku
asli Sidoarjo jadi semua saudaraku ada disana.
Sejak meninggalnya ayahku, kehidupanku juga sempat mirip
dengan sinetron. Karena hanya aku yang masih bersekolah, aku sempat disuruh
pindah sekolah juga oleh semua saudaraku, termasuk ibu dan kakak-kakakku. Aku
sempat bingung, tidak, bukan bingung lagi tapi buingoeng. Guruku, dan
teman-temanku tidak merestui aku pindah sekolah dan aku berpikir tentang biaya
pindah dan masuk sekolah baru serta teman-temanku. Jadi, dengan tegas dan
walaupun sedikit perih, aku memutuskan untuk tetap tinggal di Gresik sendiri. Jadi
anak kostan. Belajar hidup sendiri. Merantau. Haha, jadi setiap 2 minggu sekali
aku pulang ke rumahku di Sidoarjo. Ibu dan Kakakku disana hidup dengan gaji kakakku, sedangkan aku, aku hidup dengan gaji pensiunan janda milik ibuku. semuanya untuk biaya aku sekolah dan hidup disana. yah, mungkin tidak pantas disebut sebagai merantau yah? lalu bagaimana dengan rumahku di Karangrejo?
Ibuku menjualnya untuk biaya aku kuliah nanti dan untuk membangun rumahku yang
aku tempati sekarang.
Aku mengikuti ekstra PA disekolahku, belajar berorganisasi
dan mencintai alam. Di Palmapala aku menjadi coordinator sie. Humas. Bukan
suatu posisi yang mudah untuk dijalankan, apalagi hanya aku yang ada di sie.
Humas, jadi aku merangkap coordinator dan anggota seksi. Itu semua terjadi
karena bergabung dan menjalankan organisasi ini tidaklah semudah membalik
telapak tangan, banyak sekali program kerja yang harus dijalankan, dan
terkadang juga kegiatan diluar program kerja karena factor tertentu. Seperti adanya
program sekolah adiwiyata, yang kecipratan pekerjaan adalah anak-anak Palmapala
lagi. Dan lagi, kami sekarang hanya
13 orang anak. Selama berorganisasi aku pernah menjadi sie. Acara (paling
sering), sie. Perlengkapan, sie. Kesekretariatan, sie. Humas, sie. Pubdekdok sampai Ketupel
dalam beberapa kegiatan yang diadakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar