as a human in this world, try to save the world

"hidup adalah soal keberanian, menghadapi tanda tanya tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar. terimalah, dan hadapilah. Soe Hok Gie

Kamis, 30 Januari 2014

Perlengkapan Mendaki Gunung

A.    PERLENGKAPAN PERJALANAN
    Perlengkapan dan peralatan standar mendaki gunung yang di butuhkan untuk pendakian gunung ada dua  jenis yaitu pendakian yang bersifat individual atau perorangan dan ada juga yang bersifat kelompok atau tim. Baik kelompok kecil atau pun besar. Semua itu membutuhkan persiapan juga kelengkapan yang cukup agar tidak terjadi hal yang tidak ingin kita alami selama di lapangan atau dalam rimba.
Adapun Perlengkapan dan peralatan standar mendaki gunung yang bersifat individual dan tim adalah sebagai berikut:
Perlengkapan dan Peralatan Individual:
·       
Carrier / Ransel
·        Boypack (tas kecil)
·        Matras
·        SB (Sleeping bag)
·        Sepatu treking (sepatu gunung)/ sandal gunung
·        Ponco/ jas hujan/ rain coat
·        Jaket/ sweeter
·        Celana lapangan + baju lapangan
·        Perlengkapan mandi
·        Pakaian ganti :


o   Pakaian dalam
o   Celana pendek
o   Celana panjang
o   Kaos/ T-shirt
o   Sweater/ parka
o   Jaket (tahan air)
o   Sarung
o   Balaclava
o   Scraf/ slayer
o   Hem lengan panjang
o   Kaus tangan


·        Kaus kaki + sarung tangan
·        Masker + kupluk
·        P3K :


o   Betadine
o   Kapas
o   Kain kassa
o   Perban
o   Rivanol
o   Alkohol 70%
o   Obat alergi: CTM
o   Obat magg
o   Tensoplast (agak banyak, mis. 4 pack, terutama untuk preventif ‘blister’ yang dikenakan sebelum perjalanan dilakukan)
o   Parasetamol
o   Antalgin
o   Obat sakit perut (diare): Norit, Diatab
o   Obat keracunan: Norit
o   Sunburn preventif: Nivea/ Sunblock
o   Oralit (agak banyak, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, kalau tidak ada bisa diganti larutan gula-garam)


·        Survival Kit:


o   Kaca cermin
o   Peniti
o   Jarum jahit
o   Benang nilon
o   Mata pancing dan senar pancing
o   Silet/ cutter
o   Korek api dalam wadah water proof dan lilin


·        Plastik besar
Perlengkapan dan Peralatan Kelompok/ Team:
·        Tenda dome
·        Kompor: kompor gas/ trangia paraffin/ kompor minyak/ kompor spirtus. Kompor ini bisa dipilih dan dipakai salah satu.
·        Bahan bakar: minyak tanah/ bahan bakar padat (paraffin)/ abu gosok/ kertas korek api.
·        Peralatan navigasi: peta topografi, kompas, GPS, pinokular, penggaris, busur derajat, pensil, dll.
·        Parang/ golok tebas
·        Webbing, tali pramuka, tali plastik
·        Perlengkapan masak dan makan: piring, sendok, garpu, cangkir, nesting, tissue, victronox/ pisau multi, pisau lipat, dll.
·        Logistik/ bahan makanan
·        Perlengkapan P3K: perban, handiplas/ plester, obat flu, obat sakit kepala, obat merah, minyak krim pereda otot, oralit/ obat diare, gunting kecil, pisau lipat, dll.
·        Plastik/ kantung sampah. Jangan pernah meninggalkan sampah yang kita bawa. Hutan tak kan tercemari jika bukan karena ulah kita sendiri.
Perlengkapan Utama:


·        Sepatu dan kaus kaki
·        Ransel (frame pack, ukuran besar, 30-60 lt)
·        One day pack (ransel/ tas kecil untuk mobilitas jarak pendek)
·        Senter + baterai + bohlam ekstra
·        Ponco/ rain coat
·        Matras
·        Sleeping bag (atau sarung kalau tidak punya)
·        Topi rimba
·        Tempat minum atau veltpless
·        Korek api dalam wadah waterproff (tempat film) dan lilin
·        Obat-obatan pribadi (P3K set)
·        Pisau saku
·        Kompor untuk memasak
·        Nesting + sendok + cangkir
·        Peluit (bagus: peluit SOS atau whistle)
·        Survival Kit
·        Peta dan kompas
·        Altimeter (kalau punya)
·        Tenda (bisa diganti ponco atau lembaran kain parasut untuk dijadikan bivak)
·        Parang tebas dan batu asah
·        Tissue gulung (untuk membersihkan perangkat makan-minum bila tidak ada air, dan alat bersih diri habis buang air besar)
·        Sandal jepit
·        Gaiter (untuk pendakian di daerah yang banyak pasirnya)
·        Kaus tangan
·        Personal higiene: sikat gigi, odol, sabun mandi, shampo (untuk membersihkan diri saat di desa terakhir, atau saat dalam perjalanan bertemu dengan sungai yang bisa untuk bersih-bersih diri)
·        Tali plastik (sekitar 10 meter, untuk membuat bivak atau tenda) dan tali rafia


Lain-lain:


·        KTP atau kartu pelajar
·        Uang
·        Buku catatan perjalanan (jurnal, diary) dan bolpen
·        Kamera + film (kamera digital + baterai cadangan)
·        Radio kecil + baterai cadangan
·        Alat komunikasi
·        Harmonika
·        Buku


Catatan :
·        Bawalah perlengkapan dan peralatan mendaki gunung yang seperlunya saja. membawa perlengkapan dan peralatan yang tidak sesuai standar perlengkapan dan peralatan mendaki gunung akan menyulitkan diri sendiri saat mendaki gunung.
·        Jangan hanya yang diutamakan perlengkapan dan peralatan mendaki gunung dan selalu diingat untuk dibawa pulang tetapi TOLONG bawalah sampah bekas makanan ataupun sisa makanan, jika tidak sempat setidaknya simpan ditempat yang bisa tahu memungkinkan untuk dibakar (ingat, jangan sampai hutan ikut terbakar).
B.     ISI CATATAN PERJALANAN
Meliputi :
§  Bahan DASAR PEMBUATAN LAPORAN KEGIATAN
§  PENELITIAN sederhgana
§  Maksud dan Tujuan Kegiatan
§  Waktu Perjalanan dan Pesertanya ( Tanggal, Hari, Jam, Tujuan)

§  Transportasi dan biaya
§  Kependudukan (Mata Pencaharian, POLEKSOSBUDHANKAM)
§  Lingkungan Flora dan Fauna
§  Tempat dan Lokasi Penyelenggaraan Kegiatan




Selasa, 28 Januari 2014

Sejarah Kode Etik Pecinta Alam dan Isinya

Tahun 1912, di Nusantara sudah ada yang namanya DE NEDERLANDSH INDISCHE VEREENIGING TOT NATUUR RESCHERMING Hingga pada tahun 1937 terbentuklah BESCHERMING AFDELING VAN'T LAND PLANTETUIN. Inilah kegiatan Kepencinta Alaman mulai aktif.

Tapi kapankah kegiatan pencinta alam secara resmi dimulai di jaman Republik Indonesia? ini ringkaskan artikel dari alm. Norman Edwin berjudul "Awibowo - Biang Pencinta Alam Indonesia" (Mutiara, 20 Juni-3 Juli 1984). 

Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air. Nama perkumpulannya yaitu "PERKOEMPOELAN PENTJINTA ALAM"(PPA). Berdiri 18 Oktober 1953. Saat pendirian, Awi baru selesai pendidikannya di Universitas Indonesia di Bogor (sekarang IPB). 

Diskusi ramai digelar bersama teman2nya, ada yang mengusulkan 'penggemar alam, pesuka alam'dsb. Tapi Awi mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya dari pada gemar/suka. 

Gemar/suka mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?"kata dia. Istilah pencinta alam akhirnya dipakai.

WANADRI (PERHIMPUNAN PENEMPUH RIMBA DAN PENDAKI GUNUNG), merupakan salah satu organisasi tertua yang bergerak dalam kegiatan alam bebas. Wanadri mempunyai sekretariat di kota Bandung. Wanadri berdiri tahun 1964, tahun yang sama dengan tahun lahirnya MAPALA SASTRA UI. Gagasan untuk mendirikan Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri dicetuskan oleh sekelompok pemuda yang sebagian besar adalah bekas pandu pada bulan Januari 1964. 

Perhimpunan ini kemudian diresmikan pada tanggal 16 Mei 1964. Di Fakultas Sastra UI, sebelum berdirinya Mapala UI, sudah terdapat kelompok – kelompok mahasiswa yang gemar bertualang di alam bebas. 

Mereka yang terdiri dari mahasiswa Arkeologi dan Antropologi yang banyak turun ke lapangan serta mereka yang pernah tergabung dalam organisasi kepanduan. 

Adalah seorang Soe Hok Gie yang mencetuskan ide pembentukan suatu organisasi yang dapat menjadi wadah untuk mengkoordinir kelompok – kelompok tadi, berikut kegiatan mereka di alam bebas. 

Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Sdr. Soe sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. 

Organisasi yang bernama IKATAN PENCINTA ALAM MANDALAWANGI itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja.

Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Adapun organisasi yang diidamkan Sdr. Soe itu merupakan organisasi yang dapat menampung segala kegiatan di alam bebas, dan ini dikhususkan bagi mahasiswa FSUI saja. 

Namun pada akhirnya usaha ini gagal karena ada kesalahan teknis pada saat akan diadakan pendeklarasian di Cibeureum pada November 1964. Meskipun usaha pertama gagal, para perintis ini tidak menyerah. 

Sementara mematangkan ide, mereka bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. 

Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Dan pada waktu itu segala yang borjuis, habis diganyang. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. MAPALA merupakan singkatan dari MAHASISWA PENCINTA ALAM. Dan "Prajnaparamita" berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. 

Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Dewi Prajnaparamita juga menjadi lambang dari senat FSUI saat itu. Dibawah tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA ditambah tulisan FSUI yang menunjukkan tempat bernaungnya organisasi ini.

Sampai tahun 1970-an, di beberapa fakultas di UI terdapat beberapa organisasi pencinta alam antara lain : Ikatan Mahasiswa Pencinta alam (IMPALA) di Psikologi, Climbing And Tracking Club (CATAC) di Ekonomi, Yellow Xappa Student Family (Yexastufa) di Teknik, Climbing And Tacking (CAT) di Kedokteran dll. 

Setelah berjalan beberapa waktu di akultasnya masing–masing, organisasi– organisasi ini merasakan dan menyadari bahwa Mapala UI yang telah terbentuk dan disetujui oleh Rektor UI (Prof. DR. Sumantri Brojonegoro (Alm.)) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa adalah milik seluruh mahasiswa UI. Oleh karena itu organisasi–organisasi tersebut setuju untuk bersatu dalam satu wadah yaitu MAPALA UI. 

Kemudian pada tahun 1970, WANADRI memprakarsai Gladian Nasional yang merupakan pertemuan akbar pecinta alam se Indonesia. Menurut bahasa berasal dari “gladi” (bahasa Jawa) yang mempunyai arti “latihan” sehingga Gladian Nasional bisa diartikan sebagai “ajang latihan” bagi para pecinta alam guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam bidang kepecintaalaman dan kegiatan alam bebas. 

Gladian Nasional juga berperan sebagai wahana silaturahmi dan berbagi pengetahuan antar perkumpulan pecinta alam se Indonesia. 

Pada awalnya kegiatan ini diadakan oleh WANADRI sebagai ajang latihan bagi anggotanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam gladian ini antara lain mountaineering, pengenalan SAR, acara kekeluargaan, serta tukar menukar informasi dan pengalaman. 

Selain anggota WANADRI dalam kegiatan ini diundang pula beberapa perhimpunan- perhimpunan pencinta alam dan pendaki gunung yang ada di Jawa. Dalam acara gladian yang kemudian dikenal sebagai Gladian Nasional I ini hadir 109 orang dari 18 perhimpunan. 

Pada kesempatan itu pula akhirnya disepakati bersama untuk menyelenggarakan gladian-gladian selanjutnya sebagai media pertemuan dan latihan pencinta alam dan pendaki gunung di Indonesia.

Salah satu Gladian Nasional yang fenomenal adalah Gladian Nasional IV yang berlangsung di Sulawesi Selatan di mana dalam gladian ini berhasil disepakati KODE ETIK PENCINTA ALAM INDONESIA yang masih dipergunakan oleh berbagai perkumpulan pecinta alam di Indonesia hingga sekarangKode etik itu berisi:
1. pecinta alam indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
2. pecinta alam indonesia, sebagai bagian dari masyarakat, sadar akan tanggung jawab kami terhadap Tuhan, terhadap bangsa dan tanah air indonesia.
3. pecinta alam indonesia sadar bahwa segenap pecinta alam saudara, sebagai sesama mahluk tuhan yang mencintai alam sebagi anugerah Tuhan Yang Maha Esa. 

Sesuai dengan hakikat tersebut di atas, kami dengan penuh kesadaran menyatakan sebagai berikut :
1.    Mengabdi Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Memelihara Alam Beserta Isinya, Serta Mempergunakan Sumber Alam Sesuai Dengan Batas Kebutuhan.
3.    Mengabdi Kepada Bangsa Dan Tanah Air.
4.    Menghormati Tata Kehidupan Yang Berlaku Pada Masyarakat Sekitar, Serta Menghargai Manusia Sesuai Dengan Martabatnya.
5.    Berusaha Mempererat Tali Persaudaraan Sesame Pecinta Alam, Sesuai Dengan Azaz Tujuan Pecinta Alam.
6.    Berusaha Saling Membantu Serta Menghargai Dalam Melaksanakan Pengabdian Terhadap Tuhan, Bangsa Dan Tanah Air.

7.    Selesai.

Meskipun tidak rutin dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu namun Gladian Nasional telah berhasil dilaksanakan beberapa kali. Berikut adalah daftar pelaksanaan Gladian Nasional: 

Gladian Nasional I oleh WANADRI 25 – 29 Februari 1970 di tebing Citatah Jawa Barat. 
Gladian Nasional II 1971 di Malang Jawa Timur oleh TMS 7 Malang.

Gladian Nasional III di Pantai Carita, Labuhan, Jawa Barat Desember 1972. oleh Badan Koordinasi Pencinta alam dan Penjelajah Alam se-Jakarta.

Gladian Nasional IV di P. Lae-Lae dan Tana Toraja Sulawesi Selatan Januari 1974, oleh Badan Kerja sama Club Antarmaja Pencinta Alam se-UjungPandang. 

Dalam gladian IV yang dihadiri oleh 44 perhimpunan organisasi pecinta alam ini berhasil menyepakati Kode Etik Pecinta Alam Indonesia yang masih dipergunakan hingga sekarang.

Gladian Nasional V Jawa Barat pada bulan Mei 1978. Gladian ini semula direncanakan dilaksanakan pada tahun 1974 namun baru bisa berhasil diselenggarakan pada tahun 1978 oleh WANADRI bekerja sama degan berbagai perhimpunan organisasi Pecinta Alam (dan sejenisnya) se Jawa Barat.

Gladian Nasional VII di Kalimantan Tengah.
Gladian Nasional IX di Lampung Januari 1989.
Gladian Nasional X di Jawa Barat 5–10 September 1994.
Gladian Nasional XI di Yogyakarta4–11 Agustus 1996.
Gladian Nasional XII di Jawa Timur 28 Mei- 5 Juni 2001.
Gladian Nasional XIII 7-17 Agustus 2009 di Mataram Nusa Tenggara Barat.

https://www.facebook.com/ForumHijauIndonesia/posts/337147456376358 dengan sedikit perubahan.

antara Lomba Cerpen LPM Techno 2013 dan gue

tadi pagi, lagi asyik-asyiknya gw ngegarap tugas seni budaya yang ajigile njelimetnya, tiba-tiba seorang petugas TU sekolah gw nyamperin gw dan nyerahin sebuah amplop besar banget. amplop-amplop yang biasa digunain buat ngelamar kerja gitu deh.

gw berpikir, apaan nih? jangan-jangan sertifikat gw? dengan senang hati dan ngga sabaran gw cabik-cabik eh buka amplop itu. hasilnya hampir aja tuh isinya kerobek, tapi untung alhamdulillah ngga jadi. gue intip sedikit isinya. Alhamdulillah, ternyata isinya emang sertifikat gw. tapi kok, rasanya ada yang kurang yah...
well, review dulu yuk cerpen gw di LPM Techno 2013 yang jadi juara ke-3. soal siap-siap juaranya bisa dilihat disini.

Bungkus Makaroni Pedas ‘Tak Bermerk
Aku membuka mataku. Kulihat pemandangan yang sama seperti biasanya: Lapangan luas yang dihiasi rumput-rumput hijau__yang mulai menguning terserang sengatan matahari__dan tersebar jarang-jarang. Pasir-pasir hitam yang menghiasi beberapa sudut lapangan yang kini kulihat sebagian kecil dari mereka melayang-layang di udara sekitarku ketika angin berhembus. Kaki-kaki pohon dengan akar-akar yang mencuat disekitarnya, menunjukkan seberapa luas akar itu menyebar, dan seberapa dalam akar-akar itu menghujam tanah, menunjukkan seberapa tangguh pohon itu mempertahankan kedudukannya. Kaum Bebatuan yang sedang tertidur, dan sebagian besar dari mereka tersembunyi di balik berkeranjang-keranjang daun kering yang tersebar disekitar pepohonan. Beberapa serangga, cacing-cacing, dan mahluk tanah lainnya, dan kaki-kaki gazebo serta atap diatasku, yang kurasa adalah lantai gazebo. Lantai  yang selalu melindungiku dari tetesan hujan, tapi itu juga yang selalu menghalangiku untuk diingat.

Kulihat disana seekor laba-laba sedang menenun sarangnya, benangnya yang berwarna kuning keemasan keluar dari pantatnya yang bulat dan hitam legam. Aku mengalihkan pandanganku ke bawah, dimana teman-temanku sesama mahluk mati berserakan. Wajah mereka menyiratkan kepedihan yang mendalam. Dan untuk kesekian kalinya, dalam hatiku aku berdoa kepada tuhan. “Tuhan, berikanlah aku sepasang tangan agar aku bisa melindungi mereka dalam tubuhku, jika engkau tidak berkenan, maka berikanlah aku sepasang tangan tanpa jari, jika engkau tak berkenan juga, maka biarkanlah aku memiliki 2 jari yang berdekatan di badanku agar aku bisa mengambil mereka dan melindunginya dalam tubuhku,” kumohon Tuhan, kabulkanlah doaku.

“Sudah berapa lama Tras?” kudengar pertanyaan yang sama untuk yang ke 456 kalinya di pagi itu dari sahabatku, Bungkus Makaroni Pedas ‘Tak Bermerk.

“Sudah 456 hari ini Bung.” Jawabku perlahan sementara sinar dimatanya perlahan meredup seolah-olah kehilangan 1 watt tiap mikrodetiknya. “Pasti, yakinlah bahwa nanti akan ada manusia yang akan membantu kita, jika tidak nanti ya nanti, jika tidak nanti ya nantinya lagi, jika tidak nantinya lagi ya pasti di nanti yang lainnya. Aku yakin hari itu pasti akan datang. Optimislah!” kataku mencoba menyemangatinya, walaupun dalam hatiku sendiri aku sedikit takut bahwa usahaku ini ‘tak berhasil.

Seolah menjawab ketakutanku, wajah sahabatku itu langsung berubah lembek laksana Plastik Bekas Bungkus Batagor yang terserak setengah meter dariku. “Tapi ini sudah yang ke 456 harinya aku disini Tras, dan ini sudah 460 hari untukmu. Apa kau ‘tak capek berharap seperti itu untuk kesekian lamanya???”

“Aku ‘tak berharap Bung, tapi aku meyakini itu dengan hati. Jika aku sekedar mengatakannya, itu artinya aku berharap.”

“Tapi lihatlah kenyataannya, mereka menghianati kita dengan mencampakkan kita diatas tanah yang dingin ini. Bahkan tiap malam para kaum Bebatuan selalu mengutuk, menyumpah, dan menyerapah para manusia itu karena mereka membuat para kaum Bebatuan cepat lapuk dengan membiarkan kaumku berserakan. Bahkan kau sendiri hampir menjadi kaumku!”
Aku terdiam, apa yang dikatakannya adalah sebuah kebenaran, usiaku sudah hampir 2 setengah tahun, dicampakkan, dan tak terawat, dan lagi aku tak berguna. Warna kulitku sudah kusam dan sebagian besar sudah pecah-pecah bak tanah lumpur di pertambakan yang lama tak direngkuh air, salah satu sudutku hampir bolong, dan aku hampir menjadi salah satu dari mereka. Yah, tinggal menunggu waktu saja.

Tapi... aku tidak mau! Aku tidak mau menjadi kaum Sampah yang terserak begitu saja seperti sahabatku. Yang selalu menyalahkan dirinya atas kerusakan bumi ini, dan karenanya selalu menderita tiap harinya, menunggu manusia datang dan menolongnya untuk meletakkannya pada tempatnya, menunggu manusia menepati janjinya... Argh! aku tidak boleh putus asa. Aku adalah pelindung, tempat bagi para sampah seharusnya berada. Aku yakin hari itu pasti datang, hari dimana manusia sadar akan keberadaan kaumku dan kaum sahabatku, sadar akan bumi ini yang semakin hari kian sekarat. Tuhan, jawablah doaku...

“Kenapa kau diam?” tanyanya lagi.

“Tidak, aku hanya berpikir.”

“Berpikir tentang kami? Manusia? Atau dirimu sendiri?”

“Semuanya benar Bung,” aku menatap dalam-dalam mata sahabatku itu, “Biar kuperjelas Bung,” kemudian mataku menyapu sekitarku, memperhatikan para kaum sampah disekitarku yang seharusnya dapat aku lindungi.

“Kepada seluruh kaum Sampah!”  aku berseru dan banyak wajah-wajah kusut dan berputus asa itu berpaling padaku, “Kumohon, berhentilah menyalahkan diri kalian sendiri dengan menganggab bahwa diri kalianlah penyebab rusaknya bumi ini, ini bukanlah salah kalian! Ini adalah salah manusia yang telah melanggar janji ‘tak langsung’ mereka kepada kalian. Janji bahwa kalian akan ditempatkan pada tempatnya setelah tak digunakan lagi.  Dengan mengingkari janji itu, mereka secara langsung telah merusak bumi kita. Dan lagi, untuk apa kalian, dan aku diciptakan jika pada akhirnya dibiarkan oleh mereka. Baik, mungkin otak mereka telah eror, mereka telah menggali kematian mereka sendiri, mereka telah membunuh generasi masa depan mereka sendiri. Tapi ketahuilah, walaupun semua ini adalah kesalahan para manusia, tapi aku yakin tidak semua manusia seperti itu. Aku yakin, pasti masih ada manusia yang memenuhi janji mereka, yang masih peduli pada bumi kita...”

Mata mereka sedikit terbuka lebar, suara riuh rendah terdengar diantara mereka, ada yang bergumam, diam tenggelam dalam pikiran mereka, berdiskusi dengan temannya, dan ‘tak sedikit juga yang masih berwajah kusut. Ya,  ‘tak sedikit yang masih berwajah kusut, entah mengapa ini membuat hatiku terasa terjun bebas keatas tanah, mendarat dengan keras, Ceplok! Tiba-tiba...

Brakk! Sesuatu dibanting diatas kami. Dan kami mendengar suara mengaduh mahluk mati lain seperti kami dari atas. Suara kami__para mahluk mati__bagi kami cenderung seperti gemerisik angin, dan kami tahu itu dari frekuensi dan amplitudo suara yang merambat dalam udara dan akhirnya menyentuh tubuh kami.

“Hei, kasihanlah tas kau itu kau banting-banting dari tadi” ucap seorang manusia dengan logat Batak diatas kami, kakinya yang berbalutkan celana jins biru dan bersepatu sekolah warna hitam itu tampak tergantung didepanku. Rupanya yang mengaduh tadi adalah sebuah tas.

“Biarin, tas-tas gue ngapain lo sewot.” Suara lain menjawab dengan tak acuh, juga dari atas kami. Kudengar suara langkah kaki diatas kami, kupikir dia sedang berjalan di lantai gazebo.

“Bah, ini anak dinasehati ‘tak mau nurut. Ingatlah, uang saku kau bulan ini tinggal berapa?”

“Emang, apa hubungannya sama tas gue Gor?” tanya orang itu masih dengan tak acuh.

“Ya, kalau tas kau terus kau banting-banting kaya’ gitu, nanti rusaklah itu, terus kau beli lagi dah tas baru, uang saku kau bulan ini pun berkurang dan gue...” entah kenapa cara orang Batak itu melafalkan kata ‘gue’ begitu mengganggu di pendengaranku, mungkin karena tak seperti orang-orang lain disekitarku, maksudku manusia-manusia lain disekitarku. Mungkin  karena logat Bataknya masih menempel. “...’tak akan bisa pinjam uang lagi sama kau lah,” aku tersenyum kecut mendengar akhir kalimat manusia Batak itu. Dasar manusia.

“Heemm, kirain apa’an, ternyata uang lagi, uang lagi. Daripada gue pinjemin elo nih Gor, udah ngga jelas kapan baliknya, mending gue kasiin buat bapak-bapak berseragam kuning didepan sekolah kita...”

“Bah, macam mana pula kau?” manusia Batak itu terdengar ‘tak percaya.

“Yah, sekedar ngasi penghargaan aja buat mereka yang dengan sukarela nerima gaji kecil hanya untuk ngebersihin lingkungan kita yang seluas ini.” Aku terhenyak mendengar pernyataan teman manusia Batak tadi, apakah manusia seperti itu masih ada? Aku kembali memperhatikan teman-temanku sesama mahluk mati. Lewat tatapan mereka yang terlihat tak mengerti dan penuh tanda tanya, aku tahu mereka juga mendengar pernyataan itu.

“Yah, tapi setidaknya janganlah kau banting-banting tas uzur kau itu. Nanti kalau rusak dan tak kau gunakan lagi nanti kau buang jadi sampah. Beruntung kau buang ada yang memungut buat dipakai lagi, atau mungkin ada yang mau mendaur ulang, lah kalau dibakar...”

“Apa ngga sama aja gue secara ngga langsung mindahin sampah ke udara.”

“Itu pula yang mau aku cakap tadi.”

 “Lo betul Gor, lebih baik mencegah daripada mengobati”

“Sip,” Aku mendengar suara Plok! dari atas, seolah 2 benda pipih dihantamkan 1 sama lain.

“Ngomong-ngomong, hari ini tanggal berapa Gor?” Tanya teman manusia Batak tadi, kudengar suara klepak sepatu yang dijatuhkan dari atas. Ternyata sepasang sepatu kets berwarna biru dijatuhkan dari atas.

“Tanggal 22 April Shar” jawab orang berlogat Batak itu.

“Wah kebetulan banget nih Gor”

“Hah, ada apa Shar? Lo ulang tahun?” manusia Batak yang dipanggil Gor itu terdengar antusias.

“Bukaaann, lo tuh traktir mulu lagunya!” teman Gor yang dipanggil Shar itu terdengar jengkel, 

“Aduh, masa’ lo ngga tahu sih Gor... Hari Bumi Gor!”

Hari Bumi? Istilah yang sangat asing bagiku.

“Lalu kau mau ngajak aku bersih-bersih gitu? Udah bersih ini, tak usahlah dibersihkan lagi”

“Bilang aja lo males, ingat tuh kode etik lo”

“Hmmm, mulai lagi dah manusia satu ini. Oke-oke, yang paling banyak ngumpulin sampah dalam 10 menit, haruslah ditraktir makan siang.”

“Yee, ujung-ujungnya traktir lagi. Oke, kecil...”

“Okelah, mulai dari...” Gor mulai memberi aba-aba, “sekarang!”

Dan aku melihat kedua manusia ini melompat turun dari atas gazebo, merunduk untuk melihat kolong tempatku berada. Salah satu dari mereka menarikku dari sana. Dan aku melihat dari tempatku sekarang ini berada__samping gazebo__teman-temanku dari kaum Sampah yang dipunguti dengan tergesa-gesa. Mereka dimasukkan kedalam tubuhku oleh seorang manusia yang berkaos putih dan berjins hitam. Dia pasti Shar. Dan aku, aku berguna lagi. Aku masih berguna!

“Kau benar Tras, tidak semua manusia adalah seorang penghianat!”

“Ya, kau benar Tras!”

“Terimakasih telah meyakinkanku selama ini Tras!” Kudengar suara-suara para kaum Sampah termasuk suara sahabatku, Bungkus Makaroni ‘Tak Bermerk. Aku tersenyum mendengar semua itu, seolah berjuta-juta kupu-kupu berjejalan didalam hatiku.

Dan akhirnya, setelah 460 hari aku menunggu, saat-saat seperti ini tiba.
Terimakasih tuhan, untuk mengabulkanku doaku dengan membisikkan niat kebaikan kepada kedua manusia ini, untuk menyelamatkan bumi kami walaupun dengan cara yang ‘berbeda’.